Beranda Cand

Jumat, 09 November 2012

Minggu “Kematian”



Berawal dari hari Ahad 04 November 2012 hingga hari ini merupakan hari yang tidak biasa, terutama bagi saya. Hari Ahad di perjalanan malam pulang dari Jalan Baru, di dalam mobil yang saya kendarai beserta keluarga biasanya selalu menghidupkan radio. Entah frekuensi berapa, yang saya dengar adalah berita kecelakaan bus maut di Baturaden yang menewaskan 6 orang yang diantaranya adalah mahasiswi Kedokteran Universitas Diponegoro, bernama Novilia Lutfiatul. Seketika tangan ini berhenti mengetik huruf-huruf yang ada di layar Handphone yang pada waktu itu saya ingin membalas pesan dari seorang teman. Berhenti, memandang nanar, mendengar pilu, sedetik kemudian air mata meleleh “Innalillahi wa innailaihi roji’un”. Benar-benar beku sekujur tubuh ini, nyaris tak bergeming jika Mas Yudi yang menyetir mobil pada waktu itu tidak memanggil saya. “Wes turu tho, Siti?” Tanya Mas Yudi. “Belum kok Mas” sambil mencoba untuk tetap tenang, meski hati bergemuruh dan pipi membasah.
Hari berikutnya yang saya tahu adalah fakta. 01 November 2012, sebelum malaikat Izrail mencabut nyawa Novi, ia sempat menulis di blognya berjudul “Dosen Tak Bernyawa”. Novi adalah Mahasiswi Kedokteran, sudah barang tentu alat praktikumnya setiap hari adalah mayat-mayat yang sering kita sebut dengan “Mr. X” itu menjadi bahan percobaannya setiap hari. Novi dan teman-temannya sudah menganggap mayat –mayat itu adalah “Dosen” bagi mereka, untuk menggali ilmu-ilmu Allah yang tiada tara. Sungguh itu adalah postingan terakhir Novi. Ketika saya membaca blognya ( novilialutfiatul.wordpress.com ) mata saya nanar hati saya ter-nyuh. Terdiam di depan monitor laptop tak bersuara.
Allah sudah mengatur jalan hidup manusia, rinci setiap menitnya dan Allah Maha penentu segalanya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu menit kemudian, satu jam kemudian, satu hari kemudian dan kemudian. Rezeki, jodoh dan maut adalah rahasia Allah yang tidak bisa ditembus oleh manusia. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah : 60, Allah berfirman “Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan”. Allah dengan tegas mengatakan bahwa Ia-lah penentu sampai kapan manusia hidup dan kapan manusia akan menghadap-Nya kembali. Allah tidak memandang muda, tampan, cantik, kaya, miskin, dokter, master, artis, petani atau yang lainnya, jika sudah tiba ajal manusia, Allah akan tepati janji-Nya.
Menginjak hari Rabu, sebelum Ujian Tengah Semester Analisis Statistika jam 08.00, saya memang sengaja melangkahkan kaki menuju Aula Al-Hurriyah. Mengikuti kajian Rabuan setiap jam 07.00 hingga jam 08.00 WIB adalah suatu kewajiban bagi saya untuk mengisi celah-celah kosong rukhiyah ini, sangat hampa rasanya jika selama di IPB yang saya cari hanyalah ilmu-ilmu komunikasi, bagi saya, saya butuh asupan gizi bagi hati saya. Tak pelak, saat saya menuju ke ruang kelas ternyata teman-teman sudah memenuhi rungan artinya siap untuk ujian, dan artinya lagi saya terlambat, namun saya tidak pernah merasa rugi. Kajian saat itu diisi oleh Ustad Ahmad yang bertemakan “Memahami Perangkat-Perangkat Syaitan dan Memeranginya”. Diakhir tausyahnya, ustad Ahmad menyinggung tentang “kematian”. Bahwasanya manusia meninggal itu bukan karena kecelakaan mobil, serangan jantung, hepatitis, kanker, tumor, kebakaran atau tertembak. Namun manusia meninggal adalah karena ajalnya yang memang sudah datang, sudah Allah tentukan dan sudah Allah gariskan. Kejadian-kejadian itu hanya jalan atau perantara untuk menghantarkan manusia kepada ajalnya. Dalam menjelang kematian, manusia pun tidak lepas dari bayang-bayang syaitan. Begitu berlomba-lombanya syaitan mendampingi manusia yang sakaratul maut, bisikan syaitan hanya satu tujuannya, agar manusia tidak menyebut nama Allah saat dicabut nyawanya, hingga nanti manusia akan menjadi teman syaitan di neraka Allah. Na’uzhubillahiminzhalik.
Saya jadi mengingat sirah Muhammad SAW. Yang saat saya membacanya berderai-derailah airmata ini, menahan haru, sedih dan merasa bersalahnya diri ini yang belum menjadi umat yang terbaik. Saat Rasulullah sakaratul maut, betapa beliau sangat merasa sakit yang luar biasa hingga Malaikat Jibril pun memalingkan wajahnya, karena tidak tega melihat Rasulullah, kekasih Allah dicabut nyawanya, sedang beliau berkata “Ya Allah, jika nanti umatku juga merasakan sakitnya sakaratul maut seperti ini, timpakan semua rasa sakit itu kepadaku, karena niscaya umatku tidak akan mampu menanggungnya”. Pilu sekali hati ini, seorang yang mulia dalam sakaratul mautnya masih menyebut kita “Ummati, ummati, ummati”. Betapa cinta Rasulullah kepada kita sangat dalam dan tulus. Lalu kita sekarang, apa yang sudah kita lakukan semasa hidup kita, bahkan kitapun jarang mengingat akan mati. Bukankah Rasulullah menyuruh kita berta’ziah dengan tujuan bukan untuk mengalap berkah dari yang sudah tiada namun agar supaya manusia mengingat akan kematian.
Ya Allah, mudahkanlah sakaratul mautku. Tetapkanlah nikmat iman dan islam di hatiku, agar hari-hariku selalu menyebut anggungnya Asma-Mu, lezatnya bercakap-cakap dengan-Mu, syahdunya berdua-dua dengan-Mu. Agar nanti ku bisa melihat wajah-Mu”.
Berlanjut ke hari Kamis, saat saya membuka Yahoo.com, pada bagian beranda terdapat berita mengenai tempat bersejarah nan kelam di Kamboja. Tempat itu di beri nama Tsao Stel, yaitu bangunan tua pada zaman pemerintahan partai komunis di Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot, seorang yang sangat keji membantai habis lebih dari 2,1 persen penduduk Kamboja yang dibunuh secara sadis dan membabi buta. Tidak memandang tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak dan bahkan balita. Semua dibunuh dengan menggunakan berbagai macam benda tanjam dan keras. Karena Pol Pot ingin menegakkan rezim petani bagi seluruh rakyat Kamboja, ia membenci guru, dosen, artis dan lainnya. Dan menganggap bahwa petani bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri.
Ketika saya membacanya, saya penasaran dengan siapa sebenarnya Pol Pot ini, tak khayal, saya beranjak ke Google untuk membuka informasi lebih lanjut. Namun, apa yang saya temukan. Sejarah kamboja memang begitu pedih, saat ini di tsao stel dijadikan kuburan masal, dengan puluhan ribu tulang-tulang manusia yang setiap saat bisa saja menyembul kepermukaan tanah jika hujan datang. Yang pada akhirnya tulang-tulang yang menyembul kepermukaan tanah itu di kumpulkan oleh petugas setempat. Astagfirullahal ‘adzim. Pol Pot adalah pemimpin partai komunis yang sangat keji. Membunuh 2,1 persen rakyat kamboja dengan tidak beradap dan berprikemanusiaan.
Yang saya bayangkan ketika itu adalah, manusia pada saat sakaratul maut sudah menanggung sakit yang luar biasa, bagaimana mungkin rakyat kamboja pun sebelum mati harus disiksa dengan keji. Ada yang digantung, direndam di air, dihantamkan ke pohon, dilibas dengan parang, kapak, ditusuk dengan pisau dipukul dengan linggis. MasyaAllah. Begitulah perantara manusia untuk mencapaikan kepada ajalnya dengan cara yang berbeda-beda. Bisa saja saya dengan perantara yang berbeda dengan Ibu saya, Bapak saya, adik saya dan teman-teman saya untuk tiba pada ajal masing-masing. Ini mengingatkan bahwa kematian mengintip kita setiap waktu dan setiap saat. Ustad Ahmad pernah berkata bahwa “Kematian itu mengikuti kita dari arah yang tidak kita sangka-sangka, ketika tertidurpun sebenarnya kita sudah belajar mati”. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mengingat kematian.
Kemudian hari Jum’at ini, ketika saya pergi ke Halaqoh pekanan di kampus. Saya melangkahkan kaki dengan agak gontai, banyak faktor yang menyebabkan lemahnya fisik ini. Namun sejatinya Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk bermalas-malasan ketika sedang tidak enak badan, yakinlah bahwa dengan tetap bersemangat maka rasa sakit akan hilang, InsyaAllah. Meski lemah saya paksakan untuk mengikuti majelis syurga InsyaAllah di lantai lima. Ketika mendongakkan kepala ke atas saja rasanya sudah ingin terduduk seketika. Namun hati tidak begitu saja tunduk pada rayuan syaitan untuk mengajak saya menjauh dari majelis itu. Ternyata saya menang. Allah masih menolong saya. Saya berhasil menaiki gedung lantai lima dengan kondisi sangat lemah. Dan Allah pun membayar dengan nikmatnya mengingat “Kematian”.
Teman saya yang sangat luar biasa itu menutup agenda halaqoh dengan tausyaih luar biasa. Pesan dari Imam Al-Ghozali kepada muridnya yaitu “Yang paling DEKAT itu KEMATIAN, yang JAUH itu MASALALU, yang BESAR itu NAFSU, yang BERAT itu AMANAH, yang MUDAH itu MENINGGALKAN SHOLAT dan yang TAJAM itu LISAN”. Kematian di ucapkan Imam Al-Ghazali pada bagian awal karena kematian memang yang paling dan sangat dekat dengan manusia. Kematian selalu mengintip manusia dari celah bagian manapun. Mengekor layaknya tulang ekor manusia. Dan setiap saat bisa menjadi bom waktu yang siap meledak melenyapkan  nyawa manusia. Kematian menguntit manusia dari sisi kanan, kiri, depan, belakang, atas maupun bawah. Kematian adalah yang paling dekat dan paling cepat. Seketika semangat badan bercuah kembali. Mengingat mati bukan suatu ketakutan lagi layaknya manusia pada umumnya. Mengingat mati adalah jalan agar diri yang hina ini semakin dekat dengan Rabbul Izzati, mengingat mati menjadikan jiwa tenang, jauh dari glamournya kehidupan “zaman Purba” seperti sekarang ini. Mengingat mati adalah menenangkan karena minggu ini adalah minggu kematian”.

Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya” (QS. Al-Baqarah : 95)

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan” (QS. AL-Munafiqqun: 11)

Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu” (QS. Al-Haaqqah : 27)

Hingga datang kepada kami kematian” (QS. Al-Muddatstsir : 47)

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS. An-Nisaa’ : 79)

Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)

_Waallahualam bii shawab_
November
                                                                                                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar