Berawal dari hari Ahad 04
November 2012 hingga hari ini merupakan hari yang tidak biasa, terutama bagi
saya. Hari Ahad di perjalanan malam pulang dari Jalan Baru, di dalam mobil yang
saya kendarai beserta keluarga biasanya selalu menghidupkan radio. Entah
frekuensi berapa, yang saya dengar adalah berita kecelakaan bus maut di
Baturaden yang menewaskan 6 orang yang diantaranya adalah mahasiswi Kedokteran
Universitas Diponegoro, bernama Novilia Lutfiatul. Seketika tangan ini berhenti
mengetik huruf-huruf yang ada di layar Handphone
yang pada waktu itu saya ingin membalas pesan dari seorang teman. Berhenti,
memandang nanar, mendengar pilu, sedetik kemudian air mata meleleh “Innalillahi wa innailaihi roji’un”.
Benar-benar beku sekujur tubuh ini, nyaris tak bergeming jika Mas Yudi yang
menyetir mobil pada waktu itu tidak memanggil saya. “Wes turu tho, Siti?” Tanya
Mas Yudi. “Belum kok Mas” sambil mencoba untuk tetap tenang, meski hati
bergemuruh dan pipi membasah.
Hari berikutnya yang saya
tahu adalah fakta. 01 November 2012, sebelum malaikat Izrail mencabut nyawa
Novi, ia sempat menulis di blognya berjudul “Dosen Tak Bernyawa”. Novi adalah
Mahasiswi Kedokteran, sudah barang tentu alat praktikumnya setiap hari adalah
mayat-mayat yang sering kita sebut dengan “Mr. X” itu menjadi bahan
percobaannya setiap hari. Novi dan teman-temannya sudah menganggap mayat –mayat
itu adalah “Dosen” bagi mereka, untuk menggali ilmu-ilmu Allah yang tiada tara.
Sungguh itu adalah postingan terakhir Novi. Ketika saya membaca blognya ( novilialutfiatul.wordpress.com
) mata saya nanar hati saya ter-nyuh. Terdiam di depan monitor laptop tak
bersuara.
Allah sudah mengatur
jalan hidup manusia, rinci setiap menitnya dan Allah Maha penentu segalanya.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu menit kemudian, satu jam kemudian,
satu hari kemudian dan kemudian. Rezeki, jodoh dan maut adalah rahasia Allah
yang tidak bisa ditembus oleh manusia. Dalam Al-Qur’an Surah
Al-Waqi’ah : 60, Allah berfirman “Kami
telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan
dapat dikalahkan”. Allah dengan tegas mengatakan bahwa Ia-lah penentu
sampai kapan manusia hidup dan kapan manusia akan menghadap-Nya kembali. Allah
tidak memandang muda, tampan, cantik, kaya, miskin, dokter, master, artis,
petani atau yang lainnya, jika sudah tiba ajal manusia, Allah akan tepati
janji-Nya.
Menginjak
hari Rabu, sebelum Ujian Tengah Semester Analisis Statistika jam 08.00, saya
memang sengaja melangkahkan kaki menuju Aula Al-Hurriyah. Mengikuti kajian
Rabuan setiap jam 07.00 hingga jam 08.00 WIB adalah suatu kewajiban bagi saya
untuk mengisi celah-celah kosong rukhiyah ini, sangat hampa rasanya jika selama
di IPB yang saya cari hanyalah ilmu-ilmu komunikasi, bagi saya, saya butuh
asupan gizi bagi hati saya. Tak pelak, saat saya menuju ke ruang kelas ternyata
teman-teman sudah memenuhi rungan artinya siap untuk ujian, dan artinya lagi
saya terlambat, namun saya tidak pernah merasa rugi. Kajian saat itu diisi oleh
Ustad Ahmad yang bertemakan “Memahami Perangkat-Perangkat Syaitan dan
Memeranginya”. Diakhir tausyahnya, ustad Ahmad menyinggung tentang “kematian”.
Bahwasanya manusia meninggal itu bukan karena kecelakaan mobil, serangan
jantung, hepatitis, kanker, tumor, kebakaran atau tertembak. Namun manusia
meninggal adalah karena ajalnya yang memang sudah datang, sudah Allah tentukan
dan sudah Allah gariskan. Kejadian-kejadian itu hanya jalan atau perantara
untuk menghantarkan manusia kepada ajalnya. Dalam menjelang kematian, manusia
pun tidak lepas dari bayang-bayang syaitan. Begitu berlomba-lombanya syaitan
mendampingi manusia yang sakaratul maut, bisikan syaitan hanya satu tujuannya,
agar manusia tidak menyebut nama Allah saat dicabut nyawanya, hingga nanti
manusia akan menjadi teman syaitan di neraka Allah. Na’uzhubillahiminzhalik.
Saya jadi
mengingat sirah Muhammad SAW. Yang saat saya membacanya berderai-derailah
airmata ini, menahan haru, sedih dan merasa bersalahnya diri ini yang belum
menjadi umat yang terbaik. Saat Rasulullah sakaratul maut, betapa beliau sangat
merasa sakit yang luar biasa hingga Malaikat Jibril pun memalingkan wajahnya,
karena tidak tega melihat Rasulullah, kekasih Allah dicabut nyawanya, sedang
beliau berkata “Ya Allah, jika nanti
umatku juga merasakan sakitnya sakaratul maut seperti ini, timpakan semua rasa
sakit itu kepadaku, karena niscaya umatku tidak akan mampu menanggungnya”.
Pilu sekali hati ini, seorang yang mulia dalam sakaratul mautnya masih menyebut
kita “Ummati, ummati, ummati”. Betapa
cinta Rasulullah kepada kita sangat dalam dan tulus. Lalu kita sekarang, apa
yang sudah kita lakukan semasa hidup kita, bahkan kitapun jarang mengingat akan
mati. Bukankah Rasulullah menyuruh kita berta’ziah dengan tujuan bukan untuk
mengalap berkah dari yang sudah tiada namun agar supaya manusia mengingat akan
kematian.
“Ya Allah, mudahkanlah sakaratul mautku.
Tetapkanlah nikmat iman dan islam di hatiku, agar hari-hariku selalu menyebut
anggungnya Asma-Mu, lezatnya bercakap-cakap dengan-Mu, syahdunya berdua-dua
dengan-Mu. Agar nanti ku bisa melihat wajah-Mu”.
Berlanjut
ke hari Kamis, saat saya membuka Yahoo.com, pada bagian beranda terdapat berita
mengenai tempat bersejarah nan kelam di Kamboja. Tempat itu di beri nama Tsao
Stel, yaitu bangunan tua pada zaman pemerintahan partai komunis di Kamboja yang
dipimpin oleh Pol Pot, seorang yang sangat keji membantai habis lebih dari 2,1
persen penduduk Kamboja yang dibunuh secara sadis dan membabi buta. Tidak
memandang tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak dan bahkan balita. Semua
dibunuh dengan menggunakan berbagai macam benda tanjam dan keras. Karena Pol
Pot ingin menegakkan rezim petani bagi seluruh rakyat Kamboja, ia membenci
guru, dosen, artis dan lainnya. Dan menganggap bahwa petani bisa memenuhi semua
kebutuhannya sendiri.
Ketika
saya membacanya, saya penasaran dengan siapa sebenarnya Pol Pot ini, tak
khayal, saya beranjak ke Google untuk membuka informasi lebih lanjut. Namun,
apa yang saya temukan. Sejarah kamboja memang begitu pedih, saat ini di tsao
stel dijadikan kuburan masal, dengan puluhan ribu tulang-tulang manusia yang
setiap saat bisa saja menyembul kepermukaan tanah jika hujan datang. Yang pada
akhirnya tulang-tulang yang menyembul kepermukaan tanah itu di kumpulkan oleh
petugas setempat. Astagfirullahal ‘adzim. Pol Pot adalah pemimpin partai
komunis yang sangat keji. Membunuh 2,1 persen rakyat kamboja dengan tidak
beradap dan berprikemanusiaan.
Yang saya
bayangkan ketika itu adalah, manusia pada saat sakaratul maut sudah menanggung
sakit yang luar biasa, bagaimana mungkin rakyat kamboja pun sebelum mati harus
disiksa dengan keji. Ada yang digantung, direndam di air, dihantamkan ke pohon,
dilibas dengan parang, kapak, ditusuk dengan pisau dipukul dengan linggis.
MasyaAllah. Begitulah perantara manusia untuk mencapaikan kepada ajalnya dengan
cara yang berbeda-beda. Bisa saja saya dengan perantara yang berbeda dengan Ibu
saya, Bapak saya, adik saya dan teman-teman saya untuk tiba pada ajal
masing-masing. Ini mengingatkan bahwa kematian mengintip kita setiap waktu dan
setiap saat. Ustad Ahmad pernah berkata bahwa “Kematian itu mengikuti kita dari arah yang tidak kita sangka-sangka,
ketika tertidurpun sebenarnya kita sudah belajar mati”. Semoga kita
termasuk orang-orang yang senantiasa mengingat kematian.
Kemudian
hari Jum’at ini, ketika saya pergi ke Halaqoh pekanan di kampus. Saya melangkahkan
kaki dengan agak gontai, banyak faktor yang menyebabkan lemahnya fisik ini.
Namun sejatinya Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk bermalas-malasan
ketika sedang tidak enak badan, yakinlah bahwa dengan tetap bersemangat maka
rasa sakit akan hilang, InsyaAllah. Meski lemah saya paksakan untuk mengikuti
majelis syurga InsyaAllah di lantai lima. Ketika mendongakkan kepala ke atas
saja rasanya sudah ingin terduduk seketika. Namun hati tidak begitu saja tunduk
pada rayuan syaitan untuk mengajak saya menjauh dari majelis itu. Ternyata saya
menang. Allah masih menolong saya. Saya berhasil menaiki gedung lantai lima
dengan kondisi sangat lemah. Dan Allah pun membayar dengan nikmatnya mengingat “Kematian”.
Teman
saya yang sangat luar biasa itu menutup agenda halaqoh dengan tausyaih luar
biasa. Pesan dari Imam Al-Ghozali kepada muridnya yaitu “Yang paling DEKAT itu
KEMATIAN, yang JAUH itu MASALALU, yang BESAR itu NAFSU, yang BERAT itu AMANAH,
yang MUDAH itu MENINGGALKAN SHOLAT dan yang TAJAM itu LISAN”. Kematian di
ucapkan Imam Al-Ghazali pada bagian awal karena kematian memang yang paling dan
sangat dekat dengan manusia. Kematian selalu mengintip manusia dari celah
bagian manapun. Mengekor layaknya tulang ekor manusia. Dan setiap saat bisa
menjadi bom waktu yang siap meledak melenyapkan
nyawa manusia. Kematian menguntit manusia dari sisi kanan, kiri, depan,
belakang, atas maupun bawah. Kematian adalah yang paling dekat dan paling
cepat. Seketika semangat badan bercuah kembali. Mengingat mati bukan suatu
ketakutan lagi layaknya manusia pada umumnya. Mengingat mati adalah jalan agar
diri yang hina ini semakin dekat dengan Rabbul Izzati, mengingat mati
menjadikan jiwa tenang, jauh dari glamournya kehidupan “zaman Purba” seperti
sekarang ini. Mengingat mati adalah menenangkan karena minggu ini adalah minggu
kematian”.
“Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu
selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan
mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya”
(QS. Al-Baqarah : 95)
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang
apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu
kerjakan” (QS. AL-Munafiqqun: 11)
“Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu”
(QS. Al-Haaqqah : 27)
“Hingga datang kepada kami kematian” (QS. Al-Muddatstsir : 47)
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan,
mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka
ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)." Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah."
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?” (QS. An-Nisaa’ : 79)
“Apabila
manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang
mendoakannya”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
_Waallahualam bii
shawab_
November
Tidak ada komentar:
Posting Komentar