Beranda Cand

Minggu, 02 Desember 2012

Sang Murobbi



Ribuan langkah kau tapaki
Plosok negeri kau sambangi
Tanpa kenal lelah jemu
Sampaikan firman Tuhanmu
Terik matahari tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai tak lunturkan azammu
Raga kan terluka tak jerikan nyalimu
Fatamorgana dunia tak silaukan pandangmu
Semua makhluk bertasbih
Panjatkan ampun bagimu
Semua mahkluk berdo’a
Limpahkan rahmat atasmu

Tersebutlah, seorang Murobbi yang pada suatu hari akan mengisi halaqah di sebuah masjid besar di kotanya dengan estimasi ada 7 orang “tentara Allah” yang akan dibinanya nanti. Anggap saja namanya Akh Fajar, sore itu menjelang magrib Akh Fajar telah menyiapkan diri sebaik mungkin sebelum berangkat membina. Akh Fajar telah merapikan pakaiannya meski sederhana namun terlihat rapi dan bersih, ditambah sedikit minyak wangi yang menambah segar penampilannya sore itu. Kebetulan Akh Fajar masih menyandang status sebagai mahasiswa tingkat akhir di sebuah Universitas Swasta di kotanya, kini Akh Fajar yang akan berkonsentrasi pada tugas akhirnya yaitu skripsi yang InshaAllah masih dalam proses tahap akhir menjelang sidang. Akh Fajar terkenal sederhana, bijaksana dan tegas. Semua itu terlihat dari cara Akh Fajar berbicara dan berpenampilan. Ia berasal dari daerah, sehingga ketika kuliah ini ia menjadi anak kos-kos-an seperti yang lainnya.

Dengan penampilan yang telah disiapkan dengan matang, tak lupa semalaman Akh Fajar telah mempelajari ulang materi yang akan disampaikan kepada “tentara Allah” ba’da sholat magrib nanti. Kemudian ia menyiapkan beberapa bungkus makanan yang sengaja ia beli tadi siang sebagai amunisi halaqah malam ini, (Logika Tanpa Logistik Adalah Anarkis), oh, tidak, bukan itu maksudnya. Akh Fajar hanya ingin membuat suasana yang berbeda malam itu, Akh Fajar ingin sedikit berbagi dengan Mutarobbinya, di sela-sela halaqah nanti. Begitu semangatnya Akh Fajar melangkahkan kaki ke Masjid Nurul Huda di samping Kampusnya, langkahnya agak di percepat, karena ingin sholat magrib berjamaah di Masjid tersebut sembari menunggu “tentara –tentara Allah” itu datang dan menyejukkan pandangan matanya pula. Kemudian, setelah melakukan sholat berjamah kemudian dilanjutkan dengan sholat sunnah rawatib dua rakaat Akh Fajar membuka Al-Qur’annya, berharap mendapatkan beberapa lembar lagi bacaan pada hari ini sambil menunggu kedatangan Mutarobbinya, yang ternyata sampai saat itu belum satupun dari ketujuh Mutarobbinya yang datang. Akh Fajar melongok jam di Handphone nya, “Ah, masih pukul 18.20 akan saya tunggu dengan membaca Al-Qur’an saja” Pikir Akh Fajar ketika itu. Sebelum melanjutkan bacaanya, datanglah Akh Aris menyapanya, kebetulan Akh Aris juga akan mengisi halaqah di sudut masjid Nurul Huda yang lain. Setelah bertegur sapa dan sedikit berbincang-bincang. Akh Aris undur diri karena binaan Akh Aris telah datang, maka Akh Aris berjalan menuju sudut masjid agak menjauh dari sudut masjid tempat Akh Fajar berada saat ini.

Seakur tiga halaman Akh Fajar telah membaca Al-Qur’annya, dan waktu telah menunjukkan pukul 19.15, namun tak satupun “tentara Allah” yang ditunggu-tunggu Akh Fajar menampakan batang hidunya. Namun, bukan Akh Fajar kalau tidak bersabar, Akh Fajar tetap melanjutkan tilawahnya, namun tiba-tiba handphone-nya bergetar tanda ada pesan singkat masuk, ada dua pesan singkat dari “tentara Allah” itu, yang mengabarkan bahwa dua di antara tujuh dari mereka tidak bisa datang karena ada banyak tugas yang menumpuk. Makhlum kesemuannya adalah mahasiswa yang notabenenya memang selalu dirundung tugas dan tugas. Namun Akh Fajar masih tetap bersabar, karena Akh Fajar masih punya harapan lima orang lagi akan datang halaqah.

Tapi, apa mau dikata, nasi yang lama tak dimakan akhirnya basi, daun yang lama menggantung di pohon akhirnya jatuh juga. Jarum jam telah bergerak menunjukkan pukul 21.05 namun tak ada satupun yang datang. Baik orangnya maupun pesannya. Ini tandanya mereka memang tidak akan ada yang datang satupun. Meski tampak raut sedih di wajahnya, namun bukan Akh Fajar kalau ia bertekuk muka, ia tampak masih sumringah sambil berjalan mendekati Akh Aris yang masih mengisi halaqah dengan keenam binaannya seraya berbisik mendekati Akh Aris. “Akh, Alhamdulillah ini ada rezeki sedikit untuk halaqah antum, mudah-mudahan bisa menambah semangat ya, afwan. Binaan ana tidak ada yang datang Akh” bisik Akh Fajar pelan ke telinga Akh Aris. “Alhamdulillah, jazakillah akhi, antum yang sabar ya” Balas Akh Aris kemudian sambil merangkul pundak Akh Fajar. Akh Aris tahu apa yang tengah dirasakan Akh Fajar ketika itu. Dan Akh Aris hanya bisa melihat Akh Fajar berjalan meninggalkan halaqahnya dan kemudian meninggalkan masjid Nurul Huda itu menuju kos-kosan-nya. Akh Fajar hanya ingin berita para mutarobbinya, katakan saja mereka tidak bisa datang, namun Akh Fajar menunggu meski hanya “afwan” yang datang.
Oh.....

Sungguh cerita tersebut membuat aku sadar akan pentingnya hak dan kewajiban Murobbi maupun Mutarobbi. Aku perlu melongok lagi dan memahami betul-betul hak Murobbi, terutama. Bagaimana mungkin aku dengan gampangnya tidak memberikan kabar kepada Murobbi  saat aku tidak bisa datang halaqah, dan terkadang hingga aku menghilang tanpa jejak, bahkan bahasa kasarnya sampai tidak bisa di-endus lagi keberadaan aku di mana oleh binatang pelacak.

Mungkin sebabnya beraneka ragam, aku yang merasa Murobbiku terlalu protektif, terlalu perfectsionis, terlalu banyak wajibat, hafalan, terlalu menggiring ku ke line ini, terlalu monoton, membosankan, dan beraneka ragam alasan lainnya. Tapi ketahuilah diri bahwa, dengan seorang Murobbi meluangkan waktu satu kali dalam seminggu untuk bertatap muka denganku dan menyampaikan ilmu yang InshaaAllah bermanfaat untuk ku, malah aku banyak berkelit. Kalau di telisik ulang, sebenarnya aku tidak memiliki hubungan darah apapun dengan Murobbi, namun begitu ia meluangkan waktu satu kali dalam satu minggu diantara kesibukan Murobbi yang dasyat, mungkin aku akan sadar bahwa Murobbi menyayangi aku dengan sangat.

Murobbi, telah meluangkan waktunya untuk mentransfer ilmu kepada ku, menyediakan telingannya untuk mendengar keluh kesah aku, meminjamkan uang ketika kiriman dari orang tua ku tak kunjung datang. Dan aku selalu merengek-rengek meminta dipertemukan dengan seseorang pendamping hidup yang sholeh/sholehah melalui Murobbi, agar jalannya baik dan prosesnya baik. Ini, ini, dan itu. Dengan semua ini, apakah pantas aku bersikap tidak menghargai seorang Murobbi ...

“Hak didengar dan Hak dihargai”, itu saja.

Sesungguhnya ...
Tarbiyah bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya butuh tarbiyah. Sarana tarbiyah mungkin sangat banyak dan tidak hanya halaqah saja. Namun dengan halaqah lah, hati-hati ini akan menyatu dalam persaudaraan islam.

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cinta-Mu
Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syari’at dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
Kekalkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya
Terangilah dengan cahya-Mu
Yang tiada pernah padam
Ya Rabbi bimbinglah kami

Lapangkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakal pada-Mu
Hidupkan dengan ma’rifat
Matikan dalam syahid di jalan-Mu
Engkaulah Pelindung dan Pembela


Dramaga, Desember 2012

2 komentar: