Ribuan
langkah kau tapaki
Plosok
negeri kau sambangi
Tanpa
kenal lelah jemu
Sampaikan
firman Tuhanmu
Terik
matahari tak surutkan langkahmu
Deru
hujan badai tak lunturkan azammu
Raga
kan terluka tak jerikan nyalimu
Fatamorgana
dunia tak silaukan pandangmu
Semua
makhluk bertasbih
Panjatkan
ampun bagimu
Semua
mahkluk berdo’a
Limpahkan
rahmat atasmu
Tersebutlah,
seorang Murobbi yang pada suatu hari akan mengisi halaqah di sebuah masjid
besar di kotanya dengan estimasi ada 7 orang “tentara Allah” yang akan
dibinanya nanti. Anggap saja namanya Akh Fajar, sore itu menjelang magrib Akh
Fajar telah menyiapkan diri sebaik mungkin sebelum berangkat membina. Akh Fajar
telah merapikan pakaiannya meski sederhana namun terlihat rapi dan bersih,
ditambah sedikit minyak wangi yang menambah segar penampilannya sore itu.
Kebetulan Akh Fajar masih menyandang status sebagai mahasiswa tingkat akhir di
sebuah Universitas Swasta di kotanya, kini Akh Fajar yang akan berkonsentrasi
pada tugas akhirnya yaitu skripsi yang InshaAllah masih dalam proses tahap
akhir menjelang sidang. Akh Fajar terkenal sederhana, bijaksana dan tegas. Semua
itu terlihat dari cara Akh Fajar berbicara dan berpenampilan. Ia berasal dari
daerah, sehingga ketika kuliah ini ia menjadi anak kos-kos-an seperti yang
lainnya.
Dengan
penampilan yang telah disiapkan dengan matang, tak lupa semalaman Akh Fajar
telah mempelajari ulang materi yang akan disampaikan kepada “tentara Allah”
ba’da sholat magrib nanti. Kemudian ia menyiapkan beberapa bungkus makanan yang
sengaja ia beli tadi siang sebagai amunisi halaqah malam ini, (Logika Tanpa
Logistik Adalah Anarkis), oh, tidak, bukan itu maksudnya. Akh Fajar hanya ingin
membuat suasana yang berbeda malam itu, Akh Fajar ingin sedikit berbagi dengan
Mutarobbinya, di sela-sela halaqah nanti. Begitu semangatnya Akh Fajar
melangkahkan kaki ke Masjid Nurul Huda di samping Kampusnya, langkahnya agak di
percepat, karena ingin sholat magrib berjamaah di Masjid tersebut sembari
menunggu “tentara –tentara Allah” itu datang dan menyejukkan pandangan matanya
pula. Kemudian, setelah melakukan sholat berjamah kemudian dilanjutkan dengan
sholat sunnah rawatib dua rakaat Akh Fajar membuka Al-Qur’annya, berharap
mendapatkan beberapa lembar lagi bacaan pada hari ini sambil menunggu
kedatangan Mutarobbinya, yang ternyata sampai saat itu belum satupun dari
ketujuh Mutarobbinya yang datang. Akh Fajar melongok jam di Handphone nya, “Ah,
masih pukul 18.20 akan saya tunggu dengan membaca Al-Qur’an saja” Pikir Akh
Fajar ketika itu. Sebelum melanjutkan bacaanya, datanglah Akh Aris menyapanya,
kebetulan Akh Aris juga akan mengisi halaqah di sudut masjid Nurul Huda yang
lain. Setelah bertegur sapa dan sedikit berbincang-bincang. Akh Aris undur diri
karena binaan Akh Aris telah datang, maka Akh Aris berjalan menuju sudut masjid
agak menjauh dari sudut masjid tempat Akh Fajar berada saat ini.
Seakur
tiga halaman Akh Fajar telah membaca Al-Qur’annya, dan waktu telah menunjukkan
pukul 19.15, namun tak satupun “tentara Allah” yang ditunggu-tunggu Akh Fajar
menampakan batang hidunya. Namun, bukan Akh Fajar kalau tidak bersabar, Akh
Fajar tetap melanjutkan tilawahnya, namun tiba-tiba handphone-nya bergetar
tanda ada pesan singkat masuk, ada dua pesan singkat dari “tentara Allah” itu,
yang mengabarkan bahwa dua di antara tujuh dari mereka tidak bisa datang karena
ada banyak tugas yang menumpuk. Makhlum kesemuannya adalah mahasiswa yang
notabenenya memang selalu dirundung tugas dan tugas. Namun Akh Fajar masih
tetap bersabar, karena Akh Fajar masih punya harapan lima orang lagi akan
datang halaqah.
Tapi,
apa mau dikata, nasi yang lama tak dimakan akhirnya basi, daun yang lama
menggantung di pohon akhirnya jatuh juga. Jarum jam telah bergerak menunjukkan
pukul 21.05 namun tak ada satupun yang datang. Baik orangnya maupun pesannya.
Ini tandanya mereka memang tidak akan ada yang datang satupun. Meski tampak
raut sedih di wajahnya, namun bukan Akh Fajar kalau ia bertekuk muka, ia tampak
masih sumringah sambil berjalan mendekati Akh Aris yang masih mengisi halaqah
dengan keenam binaannya seraya berbisik mendekati Akh Aris. “Akh, Alhamdulillah ini ada rezeki sedikit
untuk halaqah antum, mudah-mudahan bisa menambah semangat ya, afwan. Binaan ana
tidak ada yang datang Akh” bisik Akh Fajar pelan ke telinga Akh Aris. “Alhamdulillah, jazakillah akhi, antum yang
sabar ya” Balas Akh Aris kemudian sambil merangkul pundak Akh Fajar. Akh
Aris tahu apa yang tengah dirasakan Akh Fajar ketika itu. Dan Akh Aris hanya
bisa melihat Akh Fajar berjalan meninggalkan halaqahnya dan kemudian
meninggalkan masjid Nurul Huda itu menuju kos-kosan-nya. Akh Fajar hanya ingin
berita para mutarobbinya, katakan saja mereka tidak bisa datang, namun Akh
Fajar menunggu meski hanya “afwan” yang datang.
Oh.....
Oh.....
Sungguh
cerita tersebut membuat aku sadar akan pentingnya hak dan kewajiban Murobbi
maupun Mutarobbi. Aku perlu melongok lagi dan memahami betul-betul hak Murobbi,
terutama. Bagaimana mungkin aku dengan gampangnya tidak memberikan kabar kepada
Murobbi saat aku tidak bisa datang halaqah,
dan terkadang hingga aku menghilang tanpa jejak, bahkan bahasa kasarnya sampai
tidak bisa di-endus lagi keberadaan aku di mana oleh binatang pelacak.
Mungkin
sebabnya beraneka ragam, aku yang merasa Murobbiku terlalu protektif, terlalu
perfectsionis, terlalu banyak wajibat, hafalan, terlalu menggiring ku ke line ini, terlalu monoton, membosankan,
dan beraneka ragam alasan lainnya. Tapi ketahuilah diri bahwa, dengan seorang
Murobbi meluangkan waktu satu kali dalam seminggu untuk bertatap muka denganku
dan menyampaikan ilmu yang InshaaAllah bermanfaat untuk ku, malah aku banyak
berkelit. Kalau di telisik ulang, sebenarnya aku tidak memiliki hubungan darah
apapun dengan Murobbi, namun begitu ia meluangkan waktu satu kali dalam satu
minggu diantara kesibukan Murobbi yang dasyat, mungkin aku akan sadar bahwa
Murobbi menyayangi aku dengan sangat.
Murobbi,
telah meluangkan waktunya untuk mentransfer ilmu kepada ku, menyediakan
telingannya untuk mendengar keluh kesah aku, meminjamkan uang ketika kiriman
dari orang tua ku tak kunjung datang. Dan aku selalu merengek-rengek meminta
dipertemukan dengan seseorang pendamping hidup yang sholeh/sholehah melalui
Murobbi, agar jalannya baik dan prosesnya baik. Ini, ini, dan itu. Dengan semua
ini, apakah pantas aku bersikap tidak menghargai seorang Murobbi ...
“Hak
didengar dan Hak dihargai”, itu saja.
Sesungguhnya
...
Tarbiyah
bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya butuh tarbiyah. Sarana tarbiyah
mungkin sangat banyak dan tidak hanya halaqah saja. Namun dengan halaqah lah,
hati-hati ini akan menyatu dalam persaudaraan islam.
Sesungguhnya
Engkau tahu
Bahwa
hati ini tlah berpadu
Berhimpun
dalam naungan cinta-Mu
Bertemu
dalam ketaatan
Bersatu
dalam perjuangan
Menegakkan
syari’at dalam kehidupan
Kuatkanlah
ikatannya
Kekalkanlah
cintanya
Tunjukilah
jalan-jalannya
Terangilah
dengan cahya-Mu
Yang
tiada pernah padam
Ya
Rabbi bimbinglah kami
Lapangkanlah
dada kami
Dengan
karunia iman
Dan
indahnya tawakal pada-Mu
Hidupkan
dengan ma’rifat
Matikan
dalam syahid di jalan-Mu
Engkaulah
Pelindung dan Pembela
Dramaga,
Desember 2012
ingat kisah ktk masih megang binaan dulu......
BalasHapus:)
BalasHapus